Pages

Jumat, 08 Februari 2013

Berjihad Untuk Abi


Semalam, saya dan beberapa rekan kampus pergi untuk melayat ke salah satu rekan kami yang ayahnya meninggal dunia. Dia itu sahabat saya. Sudah beberapa hari yang lalu dia memberi kabar bahwa ayahnya sedang koma di rumah sakit. Saya pun berniat untuk menjenguknya, tapi belum terlaksana karena berbagai alasan klasik - belum ada waktu - . Dan kemarin, tepatnya hari kamis di bulan Februari, jam 17.32 dia memberi kabar melalui pesan singkat bahwa ayahnya telah meninggal sore tadi. Seketika tulisan itu menjadi kabur, saya terkejut sekaligus sedih. Menebus sesal saya yang tidak bisa menepati janji untuk menjenguk ayahnya, malam ini juga saya datang ke rumahnya untuk turut berbelasungkawa.

Setibanya di rumah duka, rupanya mereka pun baru saja tiba. Ba'da mgrib tadi jenazah telah dimandikan - disolatkan - dan langsung dimakamkan. Saya terdiam, melihat pakaian sahabat saya itu kotor dengan tanah di sana-sini. Dia bahkan belum sempat berganti baju saat harus menyambut kedatangan kami. Setelah kami dipersilakan duduk, dia meminta izin untuk berganti pakaian. Saya masih terdiam.

Tidak lama dia datang membawa nampan berisi lima cangkir kopi. Dengan senyum dia menyuguhkan kopi panas itu untuk teman-temannya. Dan satu dus air mineral telah disiapkan untuk tamu-tamu lain yang tidak ingin ngopi. Saya pun masih terdiam. Bingung untuk membuka percakapan. "Diah gak suka kopi yah ? Mau dibikinin teh anget ?" tanya sahabatku. "Ngga ev, makasih.. Ini udah ada minum" sambil memegang segelas air mineral. Mulai ada suara. "Yang sabar ya aev.." rekan di sebelah saya mulai membuka suara. Kata-kata barusan itu membuat jantung saya berdegup kencang. Saya melihat sahabat saya itu tersenyum. Kemudian dia bercerita.

Dengan nada yang tenang, senyum yang tak hilang dia berkata mantap "Tugas saya berjihad untuk abi sudah selesai". Dia mengaku telah ikhlas melepas ayahnya. Selama ayahnya sakit, dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk berbakti dan melakukan apa pun demi kesembuhan dan kebaikan ayahnya. Seluruh fokus, fikiran dan tenaganya telah tercurah hingga hembusan nafas terakhir ayahnya. Dia bahagia, karena melihat ayahnya pergi dengan wajah yang indah.

Tak kuasa menahan, perlahan mata saya mulai berkaca-kaca. Terlebih ketika sahabat saya mengenang setiap kenangan indah bersama ayahnya, yang dia ceritakan dengan ketegaran yang luar biasa dia pertahankan. Saya lihat matanya mulai berkaca. Air mata ini tumpah. Saya menangis. Saya heran, kenapa saya yang menangis ?. Mungkin karena saya terbayang akan kehilangan, atau karena saya terharu dengan ketegarannya. Saya sadar betul, jika saya yang berada di posisi dia, saya tidak akan bisa setegar itu. Saya menangis, tak tertahan lagi. Saya berdo'a, agar Allah masih memberikan saya kesempatan untuk berbakti kepada ayah saya. Saya memohon, agar Allah tidak mengambil ayah saya sebelum saya membahagiakan beliau, dan berjihad untuk beliau. Saya tahu Allah-ku sangat mengerti hambanya..

Sahabatku, saya tahu kamu akan menjadi lebih kuat setelah ini.. Saya hanya dapat berdo'a untuk ayahandamu. Semoga seluruh amal kebaikan ayahmu diterima dan ditempatkan di tempat yang indah di sisi Allah..
Aamiin yaa rabbal'alamiin ..

7 komentar:

  1. Turut berbela sungkawa,

    Moga amal beliau didekap_Nya

    Aaamiiin

    BalasHapus
  2. Aamiin .
    Makasih ya amii .
    itu temen diah yg waktu ketemu sama amii di anaklangit .

    BalasHapus
  3. Aep??
    Hmmm...
    Tabah banget ya yah

    BalasHapus
  4. iaa mii ..

    masih inget yah . :)

    BalasHapus
  5. Masih bangeeet yah,
    Kalau kuliah salamin ya yah

    BalasHapus
  6. iaa mii . tapi kuliahnya masih lama . hehe
    insyaAllah nnti malem mau ke sana lagi sama temen kelas . klo kemarin sama temen bem ..
    klo jadi ikut diahnya , nnti diah sampein .. :)

    BalasHapus